Feb 20, 2012

Indonesia emittor no 3?

Lagi inget report tentang emisi Indonesia terkait dengan peatland. Search di perpustakaan, nggak ketemu. Dari simbah Google, adanya yang terkait dengan forestry. Sumber utamanya 1, yaitu dari PT PEACE, mendapat dana dari Worldbank. Ini link formalnya: Climate Change Threatens Food Security, Health And Coastal Communities In Indonesia, Says Report.

Berita heboh tersebut, tentu di cite kemana-mana kayak surat berantai. Contoh hasil searching lewat mbah Google:
  1. Illegal Logging Makes Indonesia World's Third Largest Emitter of Greenhouses Gases
  2. Illegal logging responsible for loss of 10 million hectares in Indonesia
  3. Indonesia world's No. 3 greenhouse gas emitter: report
Meskipun begitu, Pak Menhut kita Gusti M. Hatta sudah membuat bantahannya di UN dan didukung UNDP:
  1. Indonesia rejects "world's third-largest emitter" tag

Tapi yang namanya good news ya 'no news'. Meskipun begitu, ada bagusnya juga karena UNDP kemudian memasukkan permasalahan ini kedalam Country Program Indonesia 2011-2014. Ini link-nya

  1. Indonesia – one step forward to fight global warming with UN-REDD

Seingat saya, ide dasar carbon trade adalah karena negara industri sudah sedemikian lama membuang C(O2) ke udara selama ratusan tahun lalu sehingga negara berkembang perlu mendapat insentif karena 'gupak pulute ora mangan nangkane'. Bukan soal tahun 2007, Indonesia 'membongkar hutan tropis dan mengemisikan 3jt gigagram karbon. Dengan logika ini, karena peatland dan forestry adalah kegiatan umum yang juga sudah berlangsung lama di semua negara dan semua negara merasakan enak, mungkin jabatan emittor nomor 3 masih bisa dikoreksi lagi, misalnya:

  1. Negara maju (sub tropis) membuang energi jauh lebih banyak dibanding negara berkembang (tropis) dari transportasi, penghangat ruangan, sampai porsi makan per individu untuk alasan maintain suhu tubuh atau alasan kemakmuran. Ingat, orang makmur lebih boros energi daripada orang miskin.

Dari sini, maka trade-off emisi bisa dihitung ulang lagi, he he ..

2 comments:

  1. Untuk model ekonomi REDD sudah dilakukan oleh prof Budi Resosudarmo dari ANU...saya dan tim di TISDA sedang mengerjakan sistem MRV untuk hutan dan gambut...mohon bisa diskusi pak....(salam Sulaiman).

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya sampaikan selamat, Pak. Saya hanya berandai-andai, karena kebetulan sedang jauh di Amsterdam. Saya sendiri tidak bisa aktif membantu karena punya target yang agak jauh dari persoalan karbon.

      Delete