Keluyuran dari Kampung Sembulan ke Bandar (atau kota) Kota Kinabalu (KK) melahirkan impresi kebersetubuhan eh kebersetujuan dengan kebijakan Bumi Putra. Bagaimana pun, orang Melayu adalah tuan rumah dan orang-orang Cina dan India adalah tamu menginap.
Ketiga (golongan) suku tersebut mempunyai adat yang berbeda. Contoh paling mudah adalah cara berpakaian.Orang Melayu hampir seluruhnya menggunakan 'kebaya panjang' (jadi inget lagu dangdut "Nur Azizah"), sedang orang Cina cenderung 'kepingin item' karena suka menyedekahkan miliknya kepada para penonton. Untuk case KK, kadang tampak sangat menantang. Jakarta sih nggak ada apa-apanya. Dalam contoh ini, India tidak terlalu berbeda dengan melayu (karena memang sudah item kali, hi-hi..). Bisa dipahami karena kebudayaan asalnya bercampur antara Islam, Hindu dan hanya sedikit Budha.
Dari contoh itu, kebijakan Bumi Putera bisa diartikan sebagai bentuk pengingatan bahwa negeri Sabah mempunyai tuan rumah dan tamu menginap. Bukan sekedar proteksi terhadap kepentingan (bisnis) tuan rumah dari serangan tamu.
Meskipun begitu, interaksi antar ketiganya berjalan baik sekali. Sepulang sholat jamaah, saya melihat rombongan Cina turun dari bis, mengenakan jubah yang disediakan Masjid Kesultanan Sabah dan berfoto di emperan Masjid. Di kepanitiaan simposium pun begitu. Dalam hubungan pribumi-cina,
Untuk tamu Indonesia (Jawa, Sunda, Padang, dst), sepertinya masih dianggap golongan tuan rumah. Misalnya, Secretary of State Negeri Sabah berjudul "Sukarti Wakiman" dan penampakannya persis Yus Budiyono. Contoh lain, waktu saya menyampaikan pandangan untuk kedua kalinya pada pleno formulasi "Sabah Call for Action", chair personnya dengan senang hati berujar: "Aha, orang Melayu ini lagi ...". Tentu saya senang dan setelah pleno selesai, saya sempatkan mampir ke beliau mengucapkan terima kasih karena sudah dikenali dengan baik.
Walhasil, penistaan terhadap kebijakan ini mungkin seperti mengembalikan masa sebelum kolonial dimana tamu kemudian dengan senang hati melupakan tuan rumahnya. Dan dari diskusi Indon-Malay-Srilangka-India, itu terjadi dari ujung Asia kecil hingga puncak Asia Tenggara. Tuan rumahnya terlalu baik hati, sampai lupa bahwa ia harus mengingatkan dirinya tuan rumah yang tugasnya bukan melayani tamu, tapi menghargai tamu sesuai 'undang-undang yang berlaku'.
No comments:
Post a Comment