Ketika dulu ngumpul di Bremen sama geng Asia Tenggara (Indon, Filo, Vietnam, Kamboja), aku nyadar bahwa Indonesia itu HUGE. Nggak kira-kira, besarnya. Di acara makan malam Kampung Air, Lucy -memang dasarnya itu bahasa dia- punya istilah yang pas: ENOURMOUS.
Ketika NGO berjudul KKWC (Kota Kinabalu Wetland Center) ngoceh tentang merestorasi lahan mangrove 7 dan 14 hektar, saya yang kira-kira dituntut jadi nara sumber partikelir 'bagaimana menanam bakau yang baik dan benar' (karena berbagi pengalaman menghijaukan lahan STP Karang Hantu) hanya bisa tersenyum. Untuk menjawab rasa penasaran mereka, saya ringan berkata: "oh, kita sih kehilangan 100.000 hektar juga biasa". Waktu dikeberatani dengan "jangan dong...", jawabnya ya memang kejadiannya seperti itu, mau apa lagi. Yang masih alami juga lebih banyak.
Kedua, di sesi simposium, orang suka membanggakan daerah studi mereka: tempat saya, Chilika, adalah pantai pasir yang luas. Punya saya di Srilanka mengandung 3 lagoon. Lahan saya meliputi seluruh negara bagian, terluas di seluruh Malaysia. Maka saya nggak tega nyombong: Rawa Kalsel yang saya modelkan luasnya 1.1 juta hektar. Wis, meneng cep kabeh!
Ketiga, kelihatan dari urusan transport. Saya pikir, orang KK termasuk malas. Saya nggak ngeliat pejalan kaki atau sepeda. Semua naik sepeda motor, bas eh bis, taksi atau mobil pribadi. Ketika orang Indonesia yang biasa nyepeda 25km dari rumah ke kantor ini bercerita jalan kaki dari Sembulan ke Bandar balik lagi ke Sembulan, komentarnya: gila. Lah, kalau kita biasa naik Kopaja P19 dari Ragunan ke Tanah Abang bayarnya 70 sen, lalu disana naik bas lewat 5 halte harus bayar 50 sen, yo wegah! Kenapa nggak jalan kaki aja!
Keempat, bayangkan berapa waktu yang diperlukan untuk menerbangi Indonesia dari Aceh sampai Papua ... dan itu penutupan dari kampiun pengeliling dunia Lucy yang bosen kerja untuk UNFCC dan kemudian buka warung di Srilanka dengan modal bandar udara dan internet sahaja.
Jul 29, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment