May 22, 2011

Ketika sakit

Ada 4 buku yang dibaca bergantian selama 3 hari Jumat-Sabtu-Ahad. Ketiganya bertema sakit, karena yang mbaca lagi diuji dengan hal itu. Buku pertama adalah "Thibbun Nabawiy" (kitab klasik), Ibnu Qayyim Al Jauziyah (terjemahan dan terbitan Griya Ilmu, 2004), kedua Buku favorit "Ketika Nabi Sakit: Resep Hidup Sehat Sesuai Sunnah Rasulullah" (Sabili Publishing), dr. M. Ali Thoha Assegaf (2008) pengasuh Rumah Sehat Afiat, ketiga buku "Sehat itu Murah" (Kompas/Gramedia), dr. Hendrawan Nadesul dan terakhir "Zikir Menyembuhkan Sakitku" (Hikmah/Mizan), Prof. Dr. Amin Syukur (Guru Besar UIN Walisongo, Semarang).

Tapi kalau harus membuat resensi ketiganya, benang merahnya ada di pengobatan dengan kekuatan alam sekitar yang benar-benar alami.

Sebagai orang kota, besar pula, yang tiap hari dihajar realitas sosial yang banyak bertolak belakang dengan ajaran langit, buku Prof. Amin Syukur menarik diikuti, disamping ringan. Pas juga untuk orang sakit yang daya pikirnya menurun drastis. Hanya buku Prof. Amin ini yang oleh penulisnya 'tunduk' pada metode pengobatan moderen (farmasis). Sisanya, hampir tidak. Kekuatannya adalah tinjauan internal (kontemplatif) dari manusia yang sedang sakit dan bagaimana menyembuhkan dirinya sendiri dengan banyak sekali pendekatan. Sungguh buku yang pas untuk ada di tiap rumah (sakit) untuk melengkapi metode pengobatan fisis yang disediakan.

Penekanan khas dari buku Ibnu Qayyim adalah pada masalah keimanan yang (saya kira) pada saat beliau rahimahullah hidup banyak sekali terjadi penyimpangan. Tentu bukan berarti sekarang tidak, tapi saya kira prakteknya berbeda, sehingga dalam beberapa paragraf tinjauannya, mungkin perlu ditambah dengan referensi sejarah agar lebih jelas dimengerti. Buku ini juga dibahas tematik sebagaimana buku praktek pengobatan.

Buku dr. Ali Assegaf menekankan pada potensi alam yang terkelola dalam hadis dan hadir dalam kedokteran timur dan moderen. Lebih dekat sebagai buku praktis. Sebagaimana pesan beliau untuk setiap pasien baru, pembukaannya selalu masalah keimanan. Mungkin masih satu nafas dengan buku Ibnu Qayyim rahimahullah, hanya lebih sesuai dengan kondisi abad 21.

Last but not least, buku dr. Hendrawan, sebagaimana judulnya, lebih menekankan metode preventif plus mengajarkan gaya hidup orang moderen yang baik. Tidak rakus, berusaha mandiri dalam menyediakan makanan (kalau boleh, bahasanya 'anti kapitalis' dalam pemilihan makanan) dan selalu kembali ke alam. Yang paling saya suka adalah bab akhir tentang mendeteksi kebugaran diri.

Pengalaman sakit kali ini juga memunculkan 3 hipotesis:

  1. Batas homeostasis dasar yang dikoreksi dengan grafik pertumbuhan sakit/penyakit (gambar).
  2. Hal menarik lain adalah sumbu vertikal bisa dibagi menjadi daya pikir di dasar dan kemampuan fisik diatasnya.
  3. Diluar kedua grafik tersebut, masih ada 1 hal yang justru mampu naik ketika sakit: jiwa. Terserah mau menerjemahkan jiwa itu apa.

Benarkah persis seperti itu? Well, bukan tugasku mengujinya. Tapi sepertinya semua setuju kalau sakit adalah tempat kembali, tempat manusia terpaksa lupa akan kedigdayaan dan kesombongannya ...

Wallahu a'lam.



=-=-=-=-=
Powered by Blogilo



No comments:

Post a Comment