Ada perbedaan klasik dalam konsep pemahaman antara golongan besar ormas, non-ormas dan orpol(?) diatas.
NU menggunakan basis Syafii tapi tidak meniadakan madzhab lain. Ciri khasnya adalah 'membuka kitab klasik'. Begitu bangga orang NU dengan pola belajar ini, ketika melihat cara orang Muhammadiyah beribadah, komentarnya adalah 'Islam minimalis'.
Muhammadiyah memperbandingkan 4 madzhab dan mengambil satu yang dianggap terbaik. Ujungnya adalah kebebasan berpikir; 'tidak suka didikte' oleh pendapat madzhab. Karenanya, orang Muhammadiyah tidak suka berkumpul di pengajian NU karena sudut pandangnya dianggap sektarian.
Salafy menggunakan madzhab Imam Ahmad bin Hambal r.a. (sepertinya kalau ditulis Hambali saja, yang merujuk pada madzhabnya, saya akan menuai protes). Karena madzhab ini besar di Arab Saudi yang iklimnya gurun, maka watak Salafy juga keras ketika mensosialisasikan pemahaman mereka.
Ikhwanul Muslimin, saya tidak tahu. Yang saya tahu, IM tidak suka cabang tasawuf yang berkembang di lingkungan Syafii.
Hizbut Tahrir? Yang saya tahu isu utamanya adalah khilafah.
Lha saya? Di rumah tidak diberitahu tentang konsep madzhab, kecuali hanya mendengar Syafii. Di sekolah terlanjur dijejali pemahaman berbasis Muhammadiyah. Di kampus menikmati pola belajar Ikhwanul Muslimin. Setelah kerja, suka melamun di pengajian Salafy. Kalau sekarang, ya gampang saja. Kalau ada ribut-ribut: "Oh itu kan pendapatnya Imam Ahmad bin Hambal r.a." Enak.
Mudah-mudahan, tinjaun super ringkas ini berguna.
Wallahu a'lam.
=-=-=-=-=
Powered by Blogilo
No comments:
Post a Comment