May 12, 2009

Jam kerja perekayasa

Kalau dicermati, pengaturan jabatan fungsional Perekayasa mestinya menjadikan beban jam kerja tiap level tugas tetap sama. Untuk mudahnya, saya membuat analogi piramid dikanan.

Batasan volume jam kerja diatas adalah terjemahan ringkas dari kebijakan 50% dana BPPT berasal dari luar, yang berarti, DIP di plan untuk selesai dikerjakan selama 20 jam per week (pw). Itu teori dasarnya.

Dalam praktek, peran WP ada beberapa tingkat:

  1. Normalnya, dia membagi pekerjaan ke SE dan
  2. membuat laporan ke WB. Disamping itu, biasanya juga
  3. merangkap SE karena inisiasi suatu kegiatan adalah atas pemikiran WP, oleh karena itu, ia juga
  4. mengambil sebagian tugas WB, CE dan KP

Logika diatas tentu berjalan dengan sistem yang sudah eksis sejak DIP dikelola dengan sistem yang sudah berjalan sejak BPPT berdiri, bukan dengan logika industri perakitan sepeda motor besar yang memandang seorang SE sebagai 'tukang ukur kinerja ban'.

Kalau kontrol terhadap jam kerja masing-masing KP, CE, WB tidak dijaga agar tetap 20 jam per week per orang, saya kira Jabfung Perekayasa akan berakhir seperti kelakar banyak pegawai BPPT: MLM. Karena sistem rewardnya menyebabkan seorang KP hanya perlu bekerja di akhir tahun (mungkin hanya 20 jam per year), dengan tugas utama mereview pekerjaan 2 orang CE. Sebab di awal tahun, dia dibantu para WP untuk memformulasikan kebijakan tahunan atau bahkan tiga hingga lima tahunan. Ingat konsep RDEO.

Kalau kemudian usulan calon WP diabaikan, wah, ini lebih parah, karena perencanaan menisbikan kemampuan masing-masing pegawai BPPT.

Well, ini adalah sudut pandang WP. Organ lain tentu punya sudut pandang sendiri.

Anyway, saya nggak anti perekayasa karena saya kira sistem kerja perekayasa masih akan berevolusi ...

No comments:

Post a Comment