Jul 9, 2009

Politik pencitraan

Malam sebelum coblosan, aku bertanya pada Pak Guru tentang pilihannya di pilpres nanti. Pak Guru itu menjawab, saya memberi kesempatan sekali lagi. Oops, aku kaget karena Pak Guru bukan hanya penggemar fisika tapi juga agama. Dan kami biasa berdiskusi tentang kerumitan fisika-meta fisika. Tapi begitulah Pak Guru itu berkesimpulan. Kesimpulan itu lahir dari olahan informasi yang masuk melalui banyak media. Mungkin minus in depth search ala peneliti yang tiap kasus harus diselesaikan seolah sebuah thesis.

Waktu aku tanya alasannya, karena capresnya menjelaskan permasalahan dengan runtutan yang bisa dimengerti ketimbang calon lain.

Hmm... sepertinya disinilah letak perbedaan kami. Dan mungkin ini baru pertama kami berbeda. Kesimpulan Pak Guru, saya rasa adalah produk 'politik pencitraan' seperti yang banyak dibahas para ahli sosial politik. Berita di AntaraNews hanya salah satu dari begitu banyak pendapat yang berseliweran di internet.

Pikiran saya balik lagi ke rumah. Ada 4 orang dewasa di rumah, 3 diantaranya menyukai tontonan ala Sinetron. Hanya seorang Yusbu, plus clone-nya yang belum genap 3 tahun, yang melompat antara Animal Planet dan Discovery channel. Itu karena NGtv sudah tidak masuk pahe. So, kalau rumah yang aku tinggali adalah miniatur Indonesia, maka ada 75% orang yang aku masukkan kategori floating mass, yang tidak memiliki akses untuk membaca apa yang tersembunyi dibalik 'politik pencitraan'. Karena jelas, kemampuan dan prestasi dari citra yang dibangun para kandidat berbeda dengan apa yang sebenarnya mereka miliki. Air muka mereka bicara, retorika yang disampaikan bisa bicara, gesture mereka turut bicara, data yang disembunyikan bisa ikut menyeruak bersama kebisuan. Hanya emosi dan bleger wadagnya para kandidat yang tampak bagi floating mass. Persis tontonan sinetron yang ditonton 75% populasi tadi. Hampir mirip pemilihan ketua kelas: yang blegernya gedhe lebih dipercaya.

Kok saya jadi ngebahas politik, ya? Aneh, karena saya tidak bercita-cita nyemplung di dunia politik. Hanya kemungkinan bila jalan yang dilewati berbelok arah ...

Mudah-mudahan kalau saat itu datang, kondisi floating mass sudah lebih tercerdaskan. Karena sesungguhnya, demokrasi adalah pemenangan floating mass atas golongan yang lain, meskipun yang lain itu lebih mengerti permasalahan. Maka Indonesia akan dipimpin dan terkelola dengan lebih baik. Bukan sekedar jualan bungkus yang tidak serasi dengan isinya.

Have a go, el presidente! May The Lord straighten your way when you are away from His straight path.

1 comment:

  1. banyak hal memang membingungkan...
    karna itu, kemarin saya contreng semua...
    ops... lha mbok kolom komentarnya dibuka untuk siapa saja, kasihan dong yg nggak punya akun gugel...

    ReplyDelete